Senin, 29 September 2014

EVAPORASI


Pengertian Evaporasi
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan.

Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekul-molekul saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi yang cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan cairan molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan "menguap"

Ada cairan yang kelihatannya tidak menguap pada suhu tertentu di dalam gas tertentu (contohnya minyak makan pada suhu kamar). Cairan seperti ini memiliki molekul-molekul yang cenderung tidak menghantar energi satu sama lain dalam pola yang cukup buat memberi satu molekul "kecepatan lepas" - energi panas - yang diperlukan untuk berubah menjadi uap. Namun cairan seperti ini sebenarnya menguap, hanya saja prosesnya jauh lebih lambat dan karena itu lebih tak terlihat

Penguapan adalah bagian esensial dari siklus air. Energi surya menggerakkan penguapan air dari samudera, danau, embun dan sumber air lainnya. Dalam hidrologi penguapan dan transpirasi (yang melibatkan penguapan di dalam stomata tumbuhan) secara kolektif diistilahkan sebagai evapotranspirasi.
Evaporasi merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam keseluruhan proses hidrologi. Meskipun dalam beberapa analisis untuk kepentingan tertentu seperti analisis banjir, penguapan ukan merupakan unsur yang dominan, namun untuk kepentingan lain seperti analisis irigasi, dan analisis bendungan, penguapan merupakkan unsur yang sangat penting. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif (consumtif use) untuk tanaman dan lain-lain.

Proses penguapan sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang berkelanjutan, yaitu :

a. Interface evaporation, yaitu proses transformasi dari air menjadi uap air di permukaan yang tergantung dari besarnya tenaga yang tersimpan (stored energy).

b. Vertical vapor transfer, yaitu pemindahan (removal) lapisan udara yang kenyang uap air dari interface sehingga proses penguapan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh kecepatan angin, stabilitas topografi dan iklim lokal di sekitarnya.

Penguapan atau evaporasi sangat bervariasi baik harian maupun musiman. Penguapan di siang hari lebih besar jika dibandingkan dengan pengupan di malam hari. Demikian pula penguapan pada musim kemarau dan musim penghujan juga akan berbeda.

Evaporasi atau penguapan juga dipengaruhi oleh besarnya faktor meteorologi, yaitu antara lain :

1. Radiasi matahari (solar radiation).
Evaporasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini terjadi hampir tanpa berhenti di siang hari dan sering kali juga di malam hari. Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan input energi yang berupa panas latent atau evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari matahari. Awan merupakan penghalang radiasi matahari dan akan mengurangi input energi, jadi akan menghambat proses evaporasi.

2. Angin (wind)
Jika air menguap ke atmosfer maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses evaporasi terhenti. Agar proses tersebut berjalan terus, lapisan jenuh itu harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu dapat dimungkinkan hanya kalau ada angin, jadi kecepatan angin memegang peranan dalam proses evaporasi.

3. Kelembaman Relatif (relative humidity)
Faktor lain yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembapan relatif udara. Jika kelembapan relatif ini naik, kemampuannya untuk menyerap uap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya munurun. Penggantian lapisan udara pada batas tanah dan udara dengan udara yang sama kelembapan relatifnya tidak akan menolong untuk memperbesar laju evaporasi. Ini hanya dimungkinkan jika diganti dengan udara yang lebih kering.

4. Suhu (temperature)
Seperti disebutkan di atas, suatu input energi sangat diperlukan agar evaporasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu udara dan tanah rendah, karena adanya energi panas yang tersedia. Karena kemampuan udara untuk menyerap uap air akan naik jika suhunya naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap besarnya evaporasi, sadangkan suhu tanah dan air hanya mempunyai efek tunggal.

Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaan ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor itu sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Karena kondisi-kondisi tidak merata di seluruh daerah, umpamanya di bagian yang satu disinari matahari, dibagian yang lain berawan, maka harus diakui bahwa perkiraan evaporasi yang menggunakan harga yang hanya diukur pada sebagian daerah itu adalah sulit dan sangat menyimpang.

Pelaksanaan Proses Evaporasi
Evaporasi dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada titik didihnya, sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Uap yang terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari satu komponen, dan jika uapnya berupa campuran umumnya tidak diadakan usaha untuk memisahkan komponenkomponennya. Dalam evaporasi zat cair pekat merupakan produk yang dipentingkan, sedangkan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang. Disinilah letak perbedaan antara evaporasi dan distilasi.

Pelaporan Proses Evaporasi
Proses evaporasi dengan skala komersial di dalam industri kimia dilakukan dengan peralatan yang namanya evaporator. Perlengkapan peralatan : Evaporator, kondensor, Injeksi uap, perangkap uap, perangkap tetes Proses evaporasi didokumentasikan dalam lembar pelaporan sesuai data :
  1. Kerja kondensor
  2. Kerja injeksi uap
  3. Kerja perangkap uap
  4. Kerja perangkap tetes
Contoh-contoh Operasi Evaporasi dalam Industri Kimia
  1. Pemekatan larutan NaOH
  2. Pemekatan larutan KNO3
  3. Pemekatan larutan NaCL
  4. Pemekatan larutan nira dan lain-lain.

Penjelasan evaporasi secara molekular

Evaporasi Pendinginan melalui evaporasi dapat dijelaskan dengan mudah melalui kinetik molekul sebuah zat.Pada sembarang suhu, molekul dari zat cair dalam keadaan gerak bebas dengan kecepatan yang berbeda-beda. Kalor disekeliling diserap oleh zat cair dan biasanya prosesnya dipercepat dengan tiupan angin. Oleh karena itu, molekul zat cair memiliki energi untuk bergerak lebih cepat.
Pada permukaan zat cair, molekul yang energinya berlebih mampu untuk mengatasi gaya tarik dari molekul lain dan lepas menuju atmosfer. Proses pelepasan molekul tersebut lambat dan mungkin molekul tersebut tertarik kembali oleh molekul lain. Efek keseluruhan adalah terjadinya pelepasan molekul dari molekul lainnya.
Molekul zat cair yang lambat bergerak lebih dingin karena suhu berbanding lurus dengan energi kinetik rata-rata molekul tersebut. Hal ini menjelaskan mengapa suhu turun ketika terjadi evaporasi.
Kejadian sehari-hari yang terkait dengan evaporasi adalah sebagai berikut.
  1. Terasa dinginnya kulit ketika menggunakan parfum cair atau kolonyet.
  2. Baju basah kemudian kering ketika diangin-anginkan.
  3. Sewaktu pengompresan pada tubuh orang sakit. Pengompresan mengakibatkan kalor terserap sehingga suhu tubuh orang yang sakit tetap terjaga.
  4. Bersamaan dengan proses pengembunan, evaporasi dimanfaatkan oleh lemari pendingin atau kulkas dalam proses pendinginan.

Model-model Analisis Evapotranspirasi
Perkiraan evapotranspirasi adalah sangat penting dalam kajian-kajian hidrometeoro-logi. Pengukuran langsung evaporasi maupun evapotranspirasi dari air maupun permukaan lahan yang luas akan mengalami banyak kendala. Untuk itu maka dikembangkan beberapa metode pendekatan dengan menggunakan input data-data yang diperkirakan berpengaruh terhadap besarnya evapotranspirasi. Apabila jumlah air yang tersedia tidak menjadi faktor pembatas, maka evapotranspirasi yang terjadi akan mencapai kondisi yang maksimal dan kondisi itu dikatakan sebagai evapotranspirasi potensial tercapai atau dengan kata lain evapotranspirasi potensial akan berlangsung bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata maupun permukaan tanah.
Pada daerah-daerah yang kering besarnya evapotranspirasi sangat tergantung pada besarnya hujan yang terjadi dan evapotranspirasi yang terjadi pada saat itu disebut evapotranspirasi aktual.

Analisis Evapotranspirasi Metode Meyer
E = 0,35 (ea – ed) (1 + V/100) mm/hari
Ed = ea * RH
ea ===>lihat tabel berdasar t bola kering
RH ===>lihat tabel berdasar t bola basah & Δ t
V = kecepatan angin (mile/hari)
Evapotranspirasi merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi.

Analisis Evapotranspirasi Potensial Metode Thornwaite










Data yang diperlukan dalam metode ini adalah suhu rata-rata bulanan yang didapat dari suhu rata-rata harian. Data tersebut dianalisis dengan rumus-rumus :

Analisis Neraca Air Metode Thornwaite Mather
Perhitungan neraca air menurut fungsi meteorologis sangat berguna untuk evaluasi ketersediaan air di suatu wilayah terutama untuk mengetahui kapan ada surplus dan defisit air. Neraca air ini umumnya dihitung dengan metoda Thornthwaite Mather.
Data yang diperlukan berupa :
1. Curah hujan bulanan
2. Suhu udara bulanan
3. Penggunaan lahan
4. Jenis tanah atau tekstur tanah
5. Letak garis lintang
Langkah-langkah perhitungan :
  1. Hitung suhu udara bulanan rata-rata
    Data suhu udara pada umumnya sulit diperoleh, oleh karena itu suhu udara dapat diperkirakan dengan data suhu yang ada di suatu tempat :Δ t = 0,006 x Δ ht1 = t
    2 ± ΔtΔ h = beda tinggi tempat lokasi 1 dengan lokasi 2 (dalam meter)Δ t = beda suhu udara (Δ C);t2 = suhu udara di lokasi 2.
  2. Hitung Evapotranspirasi dengan metode Thornthwaite Mather (Ep)
  3. Hitung selisih hujan (P) dengan evapotranspirasi
  4. Hitung “accumulated potential water losses” (APWL)
  5. Hitung “Water Holding Capacity” (Sto) berdasar Tabel (Lampiran 4)
  6. Hitung soil moisture storage (St.)
  7. Sto dihitung atas dasar data tekstur tanah, kedalaman akar
  8. Hitung delta St tiap bulannyaΔ st = Sti bulan ke i dikurangi St bulan ke (i – 1)
  9. Hitung evapotranspirasi aktual (Ea)
    untuk bulan basah ( P > Ep), maka Ea = Ep
    untuk bulan kering ( P < ea =" P">
  10. Hitung surplus air (S); Bila P > Ep, maka S = ( P – EP) – Δ St.
  11. Hitung defisit (D), D = Ep – Ea.
Analisis Evapotranspirasi Metode Turc Langbein
Rumus umum yang digunakan yaitu konsep neraca air secara meteorologis pada suatu DAS(Seyhan, 1977) :
P = R + Ea ± Δ St
Dalam hal ini :
P = curah hujan
R = limpasan permukaan
Ea = evapotranspirasi aktual
Δ St = perubahan simpanan
Apabila neraca air tersebut diterapkan untuk periode rata-rata tahunan, maka Δ St dapat dianggap nol, sehingga surplus air yang tersedia adalah :
R = P – Ea

Dan jumlah air yang tersedia diperkirakan sebesar 25% hingga 35% dari surplus air.
Menurut Keijne (1973), evapotranspirasi aktual tahunan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus Turc-Langbein :








Dalam hal ini :
E = evapotranspirasi aktual (mm/tahun)
Eo = evaporasi air permukaan (mm/tahun)
P = curah hujan rata-rata (mm/tahun)
T = suhu udara rata-rata (oC)

Nilai suhu udara dapat diketahui berdasarkan data suhu udara rata-rata tahunan dari stasiun yang diketahui dengan persamaan :

T1 = T2 ± (Z1 – Z2) 0,006
Dalam hal ini :
T1 = suhu udara yang dihitung pada stasiun 1
T2 = suhu udara yang diketahui dari stasiun 2
Z1 = elevasi stasiun 1
Z2 = elevasi stasiun 2



ALIRAN PERMUKAAN


ALIRAN PERMUKAAN
Pengertian Aliran Permukaan
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Aliran permukaan dari suatu area merupakan hasil perpaduan dari seluruh faktor Hidrologi dan Mmeteorologi di dalam suatu daerah aliran. Aliran permukaan sangat bervariasi dalam jumlah, tidak hanya dari tahun ke tahun berikutnya, maupun juga dari hari ke hari, dan jam ke jam. Tidak mungkin mendeteksi secara kwantitatif pengaruh seluruh faktor terhadap aliran permukaan.

Faktor utama untuk menghitung aliran permukaan adalah iklim, tidak hanya presipitasi dan evaporasi, tetapi juga dalam periode panjang seperti faktor tanah dan vegetasi. Aliran permukaan dinyatakan dalam satuan cfs/cms = m 3/s ini adalah laju aliran air. Atau dapat dalam inci atau mm – cm (ketebalan).


Karena siklus hidrologi mengikuti hukum keseimbangan massa: dari hujan yang volumenya tertentu maka besarnya air yang mengalir di permukaan tergantung dari besarnya air yang meresap kedalam tanah, demikian pula sebaliknya. Kecepatan gerak aliran air di dua kondisi ini sangat jauh berbeda,
v = 0,5-1,5 m/detik untuk aliran permukaan, dan v = 0,0002-450 m/hari untuk aliran air tanah. Oleh karena itu semakin besar air hujan yang masuk kedalam tanah, maka secara relatif semakin baik, karena hal ini berarti semakin banyak tabungan air yang kita punya, dan lagi pula air tanah akan keluar lagi ke permukaan secara perlahan.

Aliran permukaan langsung (runoff) terjadi apabila jumlah curah hujan melampui laju infiltrasi air ke dalam tanah.  


Air hujan yang merupakan input jatuh ke permukaan, ada sebagian yang hilang dan ada yang mengalami kelebihan. Aliran permukaan total (debit sungai) berasal aliran permukaan langsung, aliran bawah permukaan (lapisan antara), dan berasal dari debit air tanah hasil perkolasi dari air hujan.Volume total dari aliran permukaan diakibatkan oleh faktor iklim (banyaknya presipitasi ; banyaknya evapotranspirasi) dan factor DAS (ukuran ; ketinggian). Distribusi waktu limpasan (aliran permukaan) menurut seyhan, 1977 :

        A. Faktor Meterologis
           a. Presipitasi (tipe, intensitas, lama, agihan kawasan, agihan waktu, arah gerakan hujan, frekuensi terjadinya, presipitasi yang mendahului)
           b. Meteorologis (radiasi matahari, suhu, kelembaban, kecepatan angina, tekanan atmosfer), yang mempengaruhi evapotranspirasi

        B. Faktor DAS
           a. Topografi (bentuk, kemiringan)
           b. Geologi (permeabilitas dan kapasitas akuifer)
           c. Tipe Tanah
           d. Vegetasi (penutupan vegetasi, pertumbuhan tanaman dalam saluran)
           e. Jaringan Drainase (urutan sungai dan kerapatan sungai)

        C. Faktor Manusia
           a. Struktur hidrolik
           b. Teknik Pertanian
           c. Urbanisasi


1. Sumber Aliran Permukaan
Aliran permukaan berasal dari presipitasi ke dalam 3 komponen sumber yaitu run off, evaporasi, infiltrasi ke dalam tanah.
Aliran permukaan berasal dari curah hujan yang merupakan kelebihan dari laju kehilangan (Evaporasi + Infiltrasi). Kedua aliran permukaan berasal dari cairnya salju/es, salju mencair merupakan sumber air permukaan penting di daerah iklim dingin. Contoh beberapa sungai di Canada, aliran permukaan dari pencairan salju menduduki 30 – 40 % dari total run off daerah aliran. Ke tiga kontribusi aliran permukaan berasal dari tandon air tanah.
2. Proses Run Off
Diskripsi proses run off dapat diawali dengan pertanyaan, Apa yang terjadi apabila presipitasi mencapai permukaan tanah? Apabila presipitasi mencapai permukaan tanah, sebagian infiltrasi ke dalam tanah atau mengalir di atas permukaan menuju saluran air.
Sebelum mencapai permukaan presipitasi terhadang oleh vegetasi, bagian ini disebut intersepsi. Hujan yang sedikit jatuh pada hutan yang sudah berkembang baik mungkin tidak pernah mencapai tanah. Apabila kapasitas intersepsi tercapai, sisa hujan mencapai tanah dan tersedia untuk infiltrasi atau aliran permukaan.
Pengukuran Intersepsi oleh pepohonan di dalam hutan lebat, dapat dilakukan dengan memasang penakar hujan secara acak di bawah vegetasi, dan dibandingkan dengan pengukuran di tempat terbuka. Pada hutan yang sudah berkembang intersepsi mencapai 2 – 40 % curah hujan, tergantung tipe pohon / tajuk. Misalnya Eucalyptus di Australia 2 – 3 % intersepsi. Hutan cemara di Norwegia kira-kira 25 %, dan hutan cemara di California dan Douglas di atas 40 %.
Konsentrasi Aliran
Air hujan yang jatuh diseluruh daerah tangkapan akan terkonsentrasi (mengalir menuju) suatu titik kontrol.
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk mengalir dari titik terjauh didalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau. Waktu monsentrasi tergantung pada karakteristik daerah tangkapan,tataguna lahan,jarak lintasan air dari titik terjauh sampai stasiun yang ditinjau.

Konsentrasi aliran di suatu DAS dapat dibedakan menjadi 3 tipe tanggapan DAS
· Tipe Pertama terjadi apabila durasi hujan efektif sama dengan waktu konsentrasi.Semua air hujan yang jatuh di DAS telah terkonsentrasi di titik control,sehingga debit aliran menvapai maksimum..Pada saat itu hujan berhenti dan aliran berikutnya di titik control tidak lagi aliran dari seluruh DAS,sehingga debit aliran berkurang secara berangsur-angsur sampai akhirnya kembali nol. Dan hidrograf berbentuk segitiga. Tipe tanggapan DAS seperti ini diesebut aliran terkonsentrasi.
· Tipe kedua terjadi apabila durasi hujan efektif lebih lama daripada waktu konsentrasi. Pada keadaan ini aliran terkonsentrasi pada titik control,dan debit maksimum tercapai setelah waktu aliran sama dengan waktu konsentrasi.Waktu resesi sama dengan waktu konsentrasi.Tipa anggapan DAS seperi ini disebut aliran superkonsentrasi.
· Tipe ketiga terjadi apabila durasi hujan efektif lebih pendek daripada waktu konsentrasi.Pada keadaan ini debit aliran di titik control tidak mencapai nilai maksimum.Setelah hujan berhenti,aliran berkurang sampai akhirnya menjadi nol.Tipe tanggapan seperti ini disebut aliran subkonsentrasi.
Apabila durasi hujan lebih kecil dari waktu konsentrasi,intensitas hujan akan lebih tinggi.

Koefisien Aliran Permukaan (C)
Salah satu konsep penting dalam upaya mengendalikan banjir adalah koefisien aliran permukaan (runoff) yang biasa dilambangkan dengan C.
Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006).
Koefisien aliran permukaan (C) untuk DAS pertanian bagi tanah kelompok Hidrologi B  

Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutupan tanah dan intensitas hujan. Koefisien ini juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi turun pada hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang juga  mempengaruhi nilai C adalah air tanah, derajat kepadatan tanah, porositas tanah dan simpanan depresi.

MENGHITUNG DEBIT PUNCAK (Q) DAN KOEFISIEN RUN OFF (C)
Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langs ung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutam a pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau limpasan.
Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian. Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi a ir untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah. Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air larian semakin besar. Namun intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat menghancurkan agregat tanah sehingga akan menutupi pori -pori tanah akibatnya menurunkan kapasitas infiltrasi. Volume air larian akan lebih besar pada hujan yang intensif dan tersebar mera ta di seluruh wilayah DAS dari pada hujan tidak merata, apalagi kurang intensif. Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan.
Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kecepatan air larian. Kerapatan daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi luas DAS (km2). Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin besar kecepatan air larian sehingga debit puncak tercapai dalam waktu yang cepat. Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.

Perhitungan Koefisien Runoff
Koefisien Air Larian
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.   
 
 (dalam suatu DAS)

atau


dimana:
di = Jumlah hari dalam bulan ke-i
Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24 jam.
P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m2)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan
menjadi air larian.

Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah
suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti sebagian
besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman ero si dan banjir akan besar.
Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan
penggunaan lahan. Semakin curam kelerengan lahan semakin besar nilai C
lahan tersebut. Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan bisa dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan
Kondisi daerah
Nilai C
Pegunungan yang curam
0.75 – 0.90
Pegunungan tersier
0.70 – 0.80
Tanah bergelombang dan hutan
0.50 – 0.75
Tanah dataran yang ditanami
0.45 – 0.60
Persawahan yang diairi
0.70 – 0.80
Sungai di daerah pegunungan
0.75 – 0.85
Sungai kecil di dataran
0.45 – 0.75
Sungai besar di dataran
0.50 – 0.75
Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. (1999).
Perhitungan Debit Puncak Aliran Permukaan
Metoda Rasional
Metoda rasional (U.S. Soil Consevation Service, 1973) adalah metoda yang digunakan untuk memperkirakan besarnya air larian puncak (peak runoff). Meoda ini relatif mudah digunakan karena diperuntukkan pemakaian pada DAS berukuran kecil, kurang dari 300 ha (Goldman et al, 1986).
Persamaan matematik metoda rasional :

Qp = 0,0028 C ip A
  
Dimana,
Qp = Air larian (debit) puncak (m3/dt)
C = Koefisien air larian
ip = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas Wilayah DAS (ha)
Intensitas hujan ditentukan dengan memperkirakan waktu konsentrasi ( time of concentration, Tc) untuk DAS bersangkutan dan menghitung intensitas hujan maksimum untuk periode berulang (return period) tertentu dan waktu hujan sama dengan Tc. Bila Tc=1 jam maka intensitas hujan terbesar yang harus digunakan adalah curah hujan 1-jam.

PERHITUNGAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
     Informasi mengenai besarnya aliran permukaan sangat diperlukan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Aliran permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah (Dunne dan Leopold, 1978). Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau, dan lautan (Asdak, 1995). Ketika hujan jatuh di atas tanah akan menabrak permukaan yang mengarahkan ke arah mana alirannya mencapai saluran. Jalur yang dilalui aliran tersebut dapat menjelaskan tentang karakteristik bentang lahan (landscape), besarnya aliran permukaan, jenis penggunaan lahan, dan strategi pengelolaan lahan (Dunne dan Leopold, 1978). Bagian penting yang harus diketahui dari aliran permukaan ini adalah besarnya debit puncak (peak runoff), waktu tercapainya debit puncak, volume serta penyebarannya (Asdak, 1995). Informasi ini akan memberikan gambaran lokasi-lokasi yang memberi kontribusi aliran permukaan yang besar, sehingga diketahui daerah-daerah yang memerlukan penanganan khusus.
    Jumlah air yang tersedia, debit maksimum, dan debit minimum merupakan parameter hidrologi yang mencerminkan kondisi suatu DAS. Untuk menilai perkembangan atau perubahan kondisi suatu DAS maka parameter-parameter tersebut harus diukur, baik sebelum maupun sesudah suatu perlakuan diterapkan. Dengan adanya pembukaan lahan hutan yang berakibat menurunnya kapasitas infiltrasi, akan mengakibatkan kenaikan jumlah aliran permukaan. Kegiatan deforestasi, pembangunan jalan atau pembangunan lainnya yang menyebabkan buruknya drainase tanah dapat berakibat terbentuknya zone saturasi sehingga menghasilkan aliran permukaan. Zone yang menghasilkan aliran permukaan juga membawa sedimen, unsur hara tanaman, bakteri, dan polutan lainnya. Informasi ini bermanfaat untuk prediksi banjir dan waktu terjadinya banjir seperti yang dikemukakan oleh Dunne dan Leopold (1978).
      Koefisien aliran (C) merupakan perbandingan antara volume aliran permukaan dengan volume hujan yang jatuh. Akhirnya C dapat dijadikan sebagai indicator gangguan fisik dalam suatu DAS. Nilai C makin besar menunjukkan bahwa semakin banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan. Kesalahan dalam menentukan nilai C akan berpengaruh pada kesalahan penaksiran aliran permukaan.
Banyak metode hidrologi yang dapat digunakan untuk mengestimasi debit puncak, namun demikian satu metode tidak dapat digunakan untuk semua DAS. Metode rasional (rational runoff method) banyak digunakan untuk mengestimasi debit puncak dan metode ini merupakan metode yang sederhana namun dapat menghasilkan estimasi yang handal (reliable). Namun demikian validasi metode ini sulit dilakukan karena beberapa parameter seperti waktu konsentrasi dan koefisien limpasan sulit diukur secara langsung (Hayes dan Young, 2006).

    Dalam tulisan ini akan dikemukakan tentang bagaimana memprediksi koefisien aliran permukaan (C) dengan menggunakan metode rasional (Dunne dan Leopold, 1978) dengan menggunakan data debit puncak yang diukur secara langsung dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Perhitungan nilai C dengan penerapan SIG dilakukan melalui analisis spasial untuk mengetahui sumbangan C masing-masing lokasi sesuai dengan kondisi kelerengan, jenis tanah, dan penutupan lahan. Dengan demikian, akan diperoleh informasi tentang distribusi dan pola distribusi lokasi-lokasi yang memberikan sumbangan nilai C tinggi beserta luas areanya, sehingga akan sangat bermanfaat sebagai masukan dalam perencanaan kegiatan konservasi lahan. Selain itu nilai C yang diperoleh dengan aplikasi SIG ini dapat digunakan untuk memprediksi aliran permukaan dan debit puncak apabila data pengukuran langsung debit sungai tidak tersedia.

DRAINASE PERKOTAAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata drainase berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan atau mengalirkan. Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah,maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan. Desain drainase perkotaan memiliki keterkaitan dengan tata guna lahan, tata ruang kota, master plan drainase kota, dan kondisi sosial budaya masyarakat terhadap kedisiplinan dalam hal pembuangan sampah.
Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada teknik penanganan kelebihan air namun lebih luas lagi menyangkut aspek kehidupan dikawasan perkotaan. Pada sebuah kawasan perkotaan persoalan drainase cukup komplek, oleh sebab itu untuk perencanaan dan pembangunan bangunan air untuk drainase perkotaan, keberhasilannya tergantung pada kemampuan masing-masing perencana, terutama perencanaan debit banjir rencana. Dimana wilayah perkotaan dengan drainase yang kurang baik akan rentan terhadap bencana banjir.

1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan dari pembuatan tugas drainase ini adalah agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami sistem drainase di perkotaan, serta tujuannya dapat mengaplikasikannya di lapangan.
Tujuan direncanakannya sistem drainase perkotaan sejalan dengan maksud diatas adalah sebagai berikut:
1. Menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
2. Melindungi alam lingkungan seperti tanah, kualitas udara dan kualitas air (PROKASIH)
3. Menghindarkan bahaya, kerusakan materiil, kerugian dan beban-beban lainyang disebabkan oleh amukan limpasan banjir 
4. Memperbaiki kualitas lingkungan
5. Konservasi sumber daya air.

1.3. Perumusan Masalah
Dalam tahapan perencanaan terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1)     Penyusunan Studi kelayakan (FS/feasibility study)
2)     Penyusunan  Detil perencanaan teknis (DED)
3)     Pengumpulan Data-data
4)     Penyiapan Disain
Dalam penyusunan studi kelayakan (feasibility study) dan Detil perencanaan teknis (DED) pengelolaan Drainase secara terpadu berwawasan lingkungan (ecodrain) agar mengacu pada studi-studi terdahulu di lokasi/kawasan perencanaan (DAS/DPS), terutama pada rencana induk (masterplan) atau outline plan Drainase kota, rencana induk (masterplan) atau outline plan pengelolaan persampahan (PTMP) kota, rencana induk (masterplan) atau outline plan pengelolaan air limbah kota, studi PROPER dan PROKASIH, serta studi-studi terkait seperti; RTRW Kota/Kabupaten, RDTRK, DED Drainase, air limbah (terpusat maupun setempat) dan Persampahan.
Dengan mengacu pada hal tersebut, maka kami membahas akan data-data yang diperlukan dalam perencanaan Drainase Perkotaan.

1.4. Sistematika Penulisan
Untuk dapat membawa pengertian yang baik dalam memahami akan tugas ini, maka kami menyajikan sistematika dalam tugas ini beserta dengan penjelasan singkat akan isi dari bab-bab dalam tugas ini, yang susunannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
        Bab ini berisikan tentang latar belakang penulisan, maksud dan tujuan penulisan, perumusan masalah dan sistematika penulisan.
  
BAB II : PEMBAHASAN
        Dalam bab ini diuraikan mengenai pembahasan sesuai dengan topik yang diangkat yaitu Faktor-faktor perencanaan system drainase.

BAB III : PENUTUP
       Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan beserta dengan saran yang erat kaitannya dengan pembahasan tugas ini.

BAB II
PEMBAHASAN
(FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE)

2.1.RUANG LINGKUP
Tata cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan ini memuat pengertian dan ketentuan-ketentuan umum dan teknik berupa data dan informasi, kriteria perencanaan, dan cara pengerjaan rencana induk sistem drainase di daerah perkotaan.

2.2.PENGERTIAN
 Yang dimaksud dengan :
1)      drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan;
2)      drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air permukaan, sehingga tidak menimbulkan genangan yang dapat mengganggu masyarakat, serta dapat memberikan manfaat bagi kegiatan manusia;
3)      rencana induk sistem drainase perkotaan adalah perencanaan dasar yang menyeluruh pada suatu daerah perkotaan untuk jangka panjang;
4)      badan penerima air adalah sumber air dipermukaan tanah berupa laut, sungai,danau, dan di bawah permukaan tanah berupa air tanah di dalam akifer;
5)      bangunan pelengkap adalah bangunan yang ikut mengatur dan mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman dan mudah melewati jalan, belokan, dan daerah curam, bangunan tersebut seperti gorong-gorong, pertemuan saluran, bangunan terjunan, jembatan, street inlet, pompa, pintu air;
6)      daerah genangan adalah kawasan yang tergenang air akibat tidak berfungsinya sistem drainase;
7)      daerah pengaliran adalah daerah tangkapan air yang mengalirkan air ke dalam saluran;
8)      kala ulang adalah selang waktu pengulangan kejadian hujan atau debit banjir rencana yang mungkin terjadi;
9)      saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan menyalurkan ke badan penerima air;
10)  saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan menyalurkannya ke saluran primer;
11)  saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari sistem drainase lokal dan menyalurkannya ke saluran sekunder;
12)  sistem drainase utama adalah sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat;
13)  sistem drainase lokal adalah sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat;
14)  study terkait adalah studi lain yang terkait dengan kegiatan drainase kota yang memuat data, seperti : hidrologi, topografi, geologi, geografi;
15)  tinggi jagaan adalah ketinggian yang diukur dari permukaan air maksimum sampai permukaan tanggul saluran;
16)  waktu pengaliran permukaan adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan mengalir ke titik saluran drainase yangdiamati;
17)  waktu drainase adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang mengalir dari satu titik ke titik lain dalam saluran drainase yang diamati;
18)  waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang jatuh pada permukaan tanah mengalir sampai di suatu titik di saluran drainase yang terdekat;
19)  zona adalah sub sistem pelayanan satu aliran saluran drainase;
20)  kota metropolian adalah kota yang mempunyai penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa;
21)  kota besar adalah kota yang mempunyai penduduk antara 500.000 jiwa –1.000.000 jiwa;
22)  kota sedang adalah kota yang mempunyai penduduk antara 100.000 jiwa –500.000 jiwa;
23)  kota kecil adalah kota yang mempunyai penduduk antara 20.000 jiwa –100.000 jiwa;

2 .  3 .   KETENTUAN – KETENTUAN
2.3.1. UMUM
Ketentuan ketentuan umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1)      rencana induk disusun dengan memperhatikan rencana pengembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota lainnya;
2)      rencana induk disusun dengan memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya dengan prasarana dan sarana kota lainnya, sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional dan pemeliharaan;
3)      rencana induk disusun untuk arahan pembangunan sistem drainase didaerah perkotaan selama 25 tahun, dan dapat dilakukan peninjauan kembali disesuaikan dengan keperluan;
4)      rencana induk disahkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang.

2.3.2. TEKNIS
2.3.2.1.Data dan Informasi
Data dan informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1)      data klimatologi yang terdiri dari data hujan, angin, kelembaban dan temperature dari station klimatologi atau Badan Meteorologi dan Geofisika terdekat;
2)      data hidrologi terdiri dari data tinggi muka air, debit sungai, laju sedimentasi , pengaruh air balik, peil banjir, karakteristik daerah aliran dan data pasang surut;
3)      data sistem drainase yang ada, yaitu, data kuantitatif  banjir/genangan berikut permasalahannya dan hasil rencana induk pengendalian banjir di daerah tersebut;
4)      data peta yang terdiri dari peta dasar (peta daerah kerja), peta sistem drainase dan sistem jaringan jalan yang ada, peta tata guna lahan, peta topografi masing-masing berskala antara 1 : 5.000 sampai dengan 1 : 50.000 atau disesuaikan dengan tipelogi kota;
5)      data kependudukan yang terdiri dari jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan, penyebaran dan data kepadatan bangunan.

2.3.2.2.Kala Ulang
Kala ulang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1)      kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran, dan jenis kota yang akan direncanakan;
2)      untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan sistem saluran di mana bangunan pelengkap ini berada;
3)      perhitungan curah hujan berdasarkan data hidrologi minimal 10 tahun terakhir (mengacu pada tata cara analisis curah hujan drainase perkotaan).

2.3.2.3.Kriteria Perencanaan Hidrologi
Kriteria perencanaan hidrologi adalah sebagai berikut :
1) Hujan, perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun;
(2) analisis frekuensi terhadap curah hujan, menggunakan metode log Pearson tipe III, atau sesuai dengan kala ulang 1, 2, 5, 10 dan 25 tahun (mengacu pada tata cara perhitungan debit desain saluran);
(3) untuk pengecekan data hujan, lazimnya digunakan metode kurva masa ganda atau yang sesuai;
(4) perhitungan intensitas hujan ditinjau dengan menggunakan metode Mononobe atau Hasper Der Weduwen atau yang sesuai.

2) Debit banjir :
(1) debit rencana dihitung dengan metode rasional yang telah dimodifikasi (lihatpada lampiran);
(2) koefisien limpasan (run off)  ditentukan berdasarkan tata guna lahan daerah tangkapan, table
(3) waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran dipermukaan dan waktu drainase;
(4) koefisien penyimpangan dihitung dari waktu rumus konsentrasi dan waktu drainase.

2.3.2.4.Kriteria Perencanaan Hidrolika
Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut :
1)      kapasitas saluran dihitung dengan rumus Manning atau yang sesuai;
2)      saluran drainase yang terpengaruh oleh pengempangan (back water effect) perlu diperhitungkan pasang surutnya dengan Standard Step Method;
3)      kecepatan maksimum ditentukan oleh kekasaran dinding dan dasar. Untuk saluran tanah V = 0,7 m/dt, pasangan batu kali V = 2 m/dt dan pasangan beton V = 3 m/dt.

2.3.2.5.Parameter Penentuan Prioritas Penanganan
Parameter penentuan prioritas penanganan meliputi hal sebagai berikut :
1)      parameter genangan, meliputi tinggi genangan, luas genangan, dan lamanya genangan terjadi;
2)      parameter frekuensi terjadinya genangan setiap tahunnya;
3)      parameter ekonomi, dihitung perkiraan kerugian atas fasilitas ekonomi yang ada,seperti : kawasan industri, fasum, fasos, perkantoran, perumahan, daerah pertanian dan pertamanan;
4)      parameter gangguan sosial, seperti : kesehatan masyarakat, keresahan social dan kerusakan lingkungan.

2  . 4  .  CARA PENGERJAAN
2.4.1.MENGUMPULKAN DATA 
Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1)      kumpulkan studi-studi terkait;
2)      kumpulkan data hidrologi, hidrolika dan bangunan pelengkap;
3)      kumpulkan data sosial ekonomi, penduduk dan data lainnya yang ada hubungan dengan studi terkait;
4)      kumpulkan data keadaan saluran drainase dan badan air penerima yang ada,sistem, geometri dan dimensi saluran;
5)      kumpulkan data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi,morfologi, sifat tanah dan tata guna lahan;
6)      kumpulkan data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yangdirencanakan;
7)      kumpulkan data rencana pengembangan kota, foto udara, pembiayaan, institusidan kelembagaan dan peran serta masyarakat.

2.4.2.MENYUSUN KONDISI SISTEM DRAINASE
Menyusun kondisi sistem drainase dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      susun besaran daerah pengaliran (cathment area) dalam ha, saluran, sungai,menjadi sub-sub sistem daerah pengaliran;
2)      hitung panjang saluran (dalam m’) dan nama badan air penerimanya dari setiapsaluran yang ada;
3)      ukur penampang saluran dan kemiringan saluran minimal 3 titik berbeda (awal,tengah, dan akhir) dari masing-masing saluran;
4)      gambar bentuk dan ukuran penampang saluran-saluran yang ada, serta mencatatkondisinya saat ini dan tahun pembuatannya;
5)      kumpulkan data, gambar dan kapasitas bangunan pelengkap yang ada dandilengkapi dengan mencatat kondisi saat ini dan tahun pembuatan;
6)      catat permasalahan utama yang terjadi pada masing-masing saluran.

2.4.3.MEMBUAT PETA GENANGAN
Membuat peta genangan meliputi genangan rutin dan genangan potensial yang perludilakukan meliputi :
1)      petakan lokasi genangan yang berada dalam area studi;
2)      catat luas, tinggi, dan lamanya genangan, serta frekuensi dan waktu kejadiandalam satu tahun, untuk setiap daerah genangan;
3)      catat penyebab genangan;
4)      taksiran dan catat besaran kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan dalambentuk biaya.

2.4.4.ANALISIS
 Analisis yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut :
1)      Analisis kondisi yaitu :
(1)   analisis kapasitas saluran dan genangan;
(2)   analisis kapasitas bangunan pelengkap;
(3)   analisis struktur saluran dan bangunan pelengkap.

2)      Analisis kebutuhan :
(1)   tentukan rencana alur saluran sesuai topografi dan tata guna lahan;
(2)   tentukan kala ulang pada masing-masing saluran;
(3)   analisis intensitas hujan sesuai dengan kala ulang;
(4)   hitung debit rencana masing-masing saluran;
(5)   analisis perbedaan antara kebutuhan dan kondisi yang ada.

2.4.5.MENYUSUN USULAN PRIORITAS
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun usulan prioritas adalah sebagai berikut:
1)      susun tabel skala prioritas berdasarkan kepentingan dan pengembangan daerah;
2)      analisis berdasarkan pembobotan;
3)      usulkan skala prioritas;
4)      catat kepentingan daerah yang strategis;
5)      catat pengaruh langsung terhadap daerah lingkungan kumuh;
6)      catat fasilitas umum dan fasilitas sosial;
7)      catat pengaruh terhadap pengembangan tata ruang perkotaan;
8)      susun kegiatan berdasarkan tahapan mendesak 5, 10, 20 dan 25 tahun.

2.4.6.MENYUSUN USULAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN
Menyusun usulan sistem drainase perkotaan dilaksanakan dengan langkah-langkahsebagai berikut :
1)      susun pola aliran dan sistim drainase kota dengan alternatif sistem;
2)      buat urutan prioritas sub sistem drainase;
3)      tentukan debit rencana (m3/detik) dari masing-masing saluran;
4)      rencanakan bentuk-bentuk penampang dan bangunan pelengkapnya pada masing-masing saluran;
5)      tentukan luas yang akan dibebaskan;
6)      perkirakan besar biaya ganti rugi lahan.

2.4.7.MENYUSUN USULAN BIAYA 
Menyusun usulan biaya meliputi hal sebagai berikut :
1)      hitung besaran biaya pembangunan yang dibutuhkan untuk seluruh pembangunanatau perbaikan sistem drainase yang diusulkan sesuai tahapan;
2)      susun rencana sumber-sumber pembiayaan yang diharapkan;
3)      hitung besaran biaya operasi dan pemeliharaan seluruh sistem drainase pertahun;
4)      identifikasi besaran biaya yang dapat ditanggung oleh masyarakat, swasta, atauinstansi lain;
5)      usulkan kegiatan untuk meningkatkan sumber pembiayaan.



2.4.8.MEMBUAT JADWAL KEGIATAN PEMBANGUNAN SISTEM DRAINASE
Membuat jadwal kegiatan pembangunan sistem drainase dilakukan sebagai berikut:
1)      tentukan jadwal prioritas zona yang akan ditangani;
2)       tentukan zona sistem drainase yang akan dikerjakan;
3)      tentukan waktu pembuatan studi kelayakan;
4)      tentukan waktu pembuatan rencana teknik;
5)      tentukan waktu pelaksanaan pembangunan fisik;
6)      tentukan waktu kegiatan operasional dan pemeliharaan dimulai.

2.4.9.REKOMENDASI
Untuk mendukung pengembangan sistem drainase perkotaan perlu diusulkan langkah-langkah sebagai berikut :
1)      usulkan bentuk kelembagaan;
(1)   usulkan instansi yang berwenang menangani sistem drainase;
(2)   usulkan peningkatan fungsi organisasi pengelola;
(3)   usulkan jumlah personil dan uraian tugas dari masing-masing satuanorganisasi;
(4)   usulkan koordinasi kegiatan pembangunan prasarana dan sarana kota lainnya;
2)      usulkan kebutuhan aspek hukum dan peraturan;
3)      usulkan mekanisme dan peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta.

2  . 5  .  DATA PERENCANAAN YANG HARUS DIPEROLEH

Sistem drainase perkotaan data dan persyaratan untuk perencanaannya sebagai berikut :
a. Data primer
Merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup :
      • Data permasalahan dan data kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas,        lama, kedalaman rata-rata dan frekuensi genangan.
      • Data keadaan fungsi, sistem, geometri dan dimensi saluran
Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan.

b. Data sekunder
Merupakan data tambahan yang digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan yang sifatnya menunjang dan melengkapi data primer, terdiri atas :
• Rencana Pengembangan Kota
• Geoteknik
• Pembiayaan
• Kependudukan
• Institusi/kelembagaan
• Sosial ekonomi
• Peran serta masyarakat
• Keadaan kesehatan lingkungan permukiman
Masalah dalam Sistem Drainase
• Terjadi Endapan
• Terdapat timbunan Sampah
• Tumbuhnya tanaman liar
• Penyumbatan, kerusakan, penyalah-gunaan saluran dan bangunan
• Peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan

Untuk memulai suatu perencanaan system drainase perlu dikumpulkan data penunjang agar hasil perencanaan dapat dipertanggung-jawabkan. Data yang diperoleh dari sumbernya atau dikumpulkan langsung di lapangan dengan melakukan pengukuran/penyelidikan. Jenis dan data sumbernya akan diuraikan sebagai berikut:

a.   Data permasalahan
Pertimbangan dalam merencanakan suatu drainase adalah laporan mengenai terjadinya permasalahan genangan atau banjir. Data genangan yang perlu diketahui antara lain:
1)      Lokasi genangan
2)      Lama genangan
3)      Tinggi genangan
4)      Besarnya kerugian
 b.  Data Topografi
Peta skala kecil diperoleh dengan melakukan pengkuran langsung di lapangan seluas wlayah yang diperlukan. Hasil pengukuran dituangkan dalam peta yang dilengkapi garis kontur. Garis kontur digambarkan dengan beda tinggi 0,5 m untuk lahan yang sangat datar atau 1m untuk lahan datar. Dalam pengukuran tersebut dilakukan pula pengukuran sampai ke alur buangan (sungai) terdekat berikut elevasi muka air pada saat banjir. Apabila pengukuran dilakukan pada musim kemarau, elevasi banjir tersebut dapat ditanyakan pada penduduk yang bermukim didekatnya.

c.  Data tata guna lahan
Data tata guna lahan ada kaitannya dengan besarnya aliran permukaan. Alian permukaan ini menjadi besaran aliran drainase. Besarnya aliran permukaan tergantung banyaknya air hujan yang mengalir setelah dikurangi banyaknya air  hujan yang meresap.
Betapa besarnya air yang meresap tergantung pula pada tingkat kerapatan permukaan tanah, dan ini berkaitan dengan penggunaan lahan. Penggunaan lahan bias dikelompokkan dalam berapa besar koefisien larian (persentase besarnya air yang mengalir).

d.  Jenis tanah
Tiap daerah mempunyai jenis tanah yang berbeda. Jenis tanah disuatu daerah dapat berupa tanah lempung, berpasir, kapur, atau lainya. Tujuannya untuk menentukan kemampuan menyerap air.

e.  Master Plan
Agar perkembangan dapat berkembang secara terarah, diperlukan suatu master plan, dengan demikian pula halnya dalam perencaan system drainse adalah system yang melayani kebutuhan kota akan saluran buangan. Master plan kota dapat diperoleh dari pemerintah daerah setempat.

f.  Data Prasarana dan Utilitas
Prasarana dan utilitas kota lainnya, disamping sistem jaringan drainase adalah jalan raya, pipa air minum, pipa gas, kabel listrik, telpon dan PLN.

g.  Biaya
a)  Kondisi eksisting: kemampuan pembiayaan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam investasi pengelolaan Drainase secara terpadu berwawasan lingkungan dan melakukan operasi serta pemeliharaan,
b)  Permasalahan yang dihadapi,
c)  Analisis permasalahan, kelayakan investasi, operasi dan pemeliharaan serta rekomendasinya,
d)  Sistem pembiayaan yang dibutuhkan untuk investasi, operasi dan pemeliharaan.
Untuk proyek drainase tidak ada investor yang mau menanamkan modalnya sehingga pemerintahlah yang menyediakan biaya untuk membangun saluran drainase.

h.  Data Kependudukan
Data kependudukan bisa diperoleh dari biro statistik. Selain jumlah, lokasi dari penduduk juga diperlukan. Data ini dimaksudkan untuk menghitung air buangan, dalam mendimensi saluran saat musim kemarau.

i.  Kelembagaan
a)   Kondisi eksisting: keberadaan institusi/kelembagaan pengelola Drainase, persampahan, dan air limbah,
b)   Permasalahan yang dihadapi,
c)   Analisa permasalahan dan rekomendasi,
d)   Sistem kelembagaan yang dibutuhkan dalam pengelolaan Drainase secara terpadu berwawasan lingkungan.

Kelembagaan adalah instansi pemeritah yang terkait dengan system drainase, khususnya pada saat pemeliharaan dan pengoperasian, bila ada. Setelah hasil perencanaan hasil system drainase, apabila telah dilaksanakan diperlukan suatu organisasi yang menangani baik dalam mengelola, pengoperasian dan pemeliharaan. Dari personil yang ada, masih diperlukan lagi. Ini diperlukan kepada instasi terkait, agar sudah dipersiapkan baik kebutuhan personil, ruang kerja, peralatan dan biaya operasi.

j.  Peraturan
a)   Peraturan dan kebijakan daerah,
b)   Kondisi eksisting penegakan hukum/penertiban terkait dengan wilayah keairan (sungai dan Drainase),
c)   Permasalahan yang dihadapi,
d)   Analisa peraturan dan kebijakan,
e)   Rekomendasi aspek hukum peraturan dan kebijakan,
f)   Hukum peraturan dan kebijakan yang dibutuhkan.

Peraturan-peraturan yang diperlukan adalah semua peraturan yang berkaitan dengan drainase perkotaan misalnya Perda tentang saluran drainase, sampah dan sebagainya. Kemudian ditinjau lagi apakah peraturan yang sudah ada apakah sudah memada dengan system jaringan drainase yang akan dikerjakan.

k.  Aspirasi Pemerintah dan Peran Serta Masyarakat
a)  Kondisi eksisting: pengelolaan sampah dan air limbah oleh masyarakat di daerah pengaliran sungai/saluran, pengelolaan sampah dan air limbah domestik oleh swasta (industri, perdagangan dan jasa) di daerah pengaliran sungai/saluran dan kesadaran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan Drainase, sampah  dan air limbah.
b)  Permasalahan yang dihadapi,
c)  Analisa permasalahan dan rekomendasi,
d)  Bentuk dan peran masyarakat dan swasta yang dikehendaki.

Dengan mengetahui aspirasi pemerintah daerah, antara lain berdiskusi dengan instuisi terkait dan pemda, perencanaan drainase akan lebih terarah dan mencapai saluran. Dengan berdialog dengan masyarakat khususnya dengan tokoh-tokoh masyarakat atau yang mewakili kepentingan masyarakat untuk ikut memikirkan jalan keluar mengatasi masalah yang ada, akan menumbuhkan rasa ikut memiliki apabila jaringan drainase yang telah dilaksanakan. Dengan demikian mereka mudah diajak untuk memelihara atau minimal menjaga.

l.  Data Sosial Ekonomi
Data sosial ekonomi dapat diperoleh dari biro statisti atau kantor  kelurahan, tujuannya untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah untuk menghindari timbulnya maslah-maslah sosial apabila saluran drainase atau bangunan-bangunannya akan dibangun di kemudian hari. Contoh : hindari menempatkan saluran induk ditengah-tengah daerah padat penduduk, yang mengakibatkan terjadinya pengurusan dalam jumlah yang besar.

m.  Kesehatan Lingkungan Pemukiman
Masalah ini perlu dipertimbangkan dalam perencanaan. Tujuan membanguan system drainase adalah untuk meningkatkan kesehatan lingkungan, jangan sampai yang terjadi adalah sebaliknya. Contoh : dengan dibangunnya saluran drainase, pada musim kemarau menimbulkan bau yang tidak enak, atau saluran darinase meningkatkan populasi nyamuk.

n.  Banjir Kiriman
Perlu dikaji adanya kemungkinan banjir kriman dari daerah hulu. Bila ada, perlu diantisipasi dalam perancaan atau koodinasi dengan instasi yang menangani masalah tersebut.

o.  Peta situasi dan pengukuran jalur saluran
Untuk perencanaan detail yaitu penempatan saluran-saluran kwarter dan tersair dperlukan peta situasi dalam skala besar, misalkan 1 : 1000. Setelah jalur saluran ditentukan, dilakukan lagi pengukuran jalur saluran baik dalam arah memanjang maupun dalam arah melintang. Arah melintang tiap jarak 50 meter dengan batas pengukuran kekiri dan kekanan sejauh yang diperlukan.

p.  Data Tanah
Data tanah yang diperlukan khususnya pada rencana bangunan-bangunan yang besar misalnya jembatan. Data tanah ini diliahat dari segi kekuatannya. Data tanah yang diperlukan khususnya pada rencana bangunan-bangunan besar. Misalnya : jembatan.

q.  Data Hujan
Data hujan diperoleh dari dinas Meteorologi dan Geofisika atau stasiun pengamat hujan lainnya, misalnya milik puslitbang pengairan. Yang perlu dikumpulkan minimal data curah hujan hairian selama 10 tahun atau lebih. Data ini diperlukan untuk menghitung debit rencana.
1). Penyiapan Data Curah Hujan
Sebelum dilakukan pengolahan, data curah hujan perlu dicek kontinuitasnya mengingat data curah hujan yang ada terkadang tidak lengkap (kosong) dan sering dianggap sebagai data yang hilang. Hal ini dapat disebabkan karena tidak tercatatnya data hujan oleh petugas di tempat pengamatan akibat kerusakan alat penakar, kelupaan petugas untuk mencatat atau sebab lain.
Menurut Soewarno, untuk analisis data yang diperoleh perlu dilengkapi dengan menggunakan data curah hujan dari stasiun terdekat, yaitu :
 1. Jika perbedaan curah hujan tahunan normal stasiun yang mempunyai data kosong dibandingkan dengan curah hujan tahunan normal stasiun pengukur terdekat kurang dari 10%, maka digunakan rata-rata aritmatik
 2. Jika perbedaan curah hujan tahunan normal stasiun yang mempunyai data kosong dibandingkan dengan curah hujan tahunan normal stasiun pengukur terdekat lebih dari 10%, maka digunakan metode perbandingan normal
Sampai saat ini cara yang dianggap paling baik untuk memperkirakan besar hujan dengan periode ulang tertentu adalah melakukan analisis frekuensi data hujan di tempat yang ditinjau, karena data hujan merupakan serangkaian data yang dianggap memenuhi persamaan atau fungsi probabilitas. Analisis frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap T tahun atau dengan kata lain periode ulang T tahun.
2). Tes Konsistensi
            Data hujan yang telah dilengkapi, digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah hidrologis. Ketelitian hasil perhitungannya tergantung pada kekonsistensian data. Sebelum dianalisis lebih lanjut data curah hujan yang telah dilengkapi dites konsistensi. Suatu array data pengamatan hujan mungkin terjadi ketidaksesuaian (inconsistency) yang dapat mengakibatkan penyimpangan pada hasil perhitungan. Tidak konsistensinya data curah hujan dapat disebabkan karena :
 1. Perubahan mendadak pada sistem lingkungan hidrologis seperti ekosistem terhadap iklim, misalnya karena kebakaran hutan, ekosistem sawah berubah menjadi ekosistem pemukiman, gempa bumi, kebakaran hutan, meletusnya gunung berapi, dll.
 2. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan.
 3. Terdapat kesalahan sistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi dan cara pemasangan alat ukur curah hujan yang tidak baik atau terjadi perubahan pengukuran (sehubungan adanya metode atau alat yang baru).
Pengecekan konsistensi data dapat dilakukan dengan teknik kurva massa ganda (double mass curve technique). Teknik ini berdasarkan prinsip setiap pencatatan data yang berasal dari populasi sekandung akan konsisten. Sedangkan yang bukan sekandung tidak konsisten, dimana terdapat penyimpangan atau trend.
Prinsip metode analisis massa ganda adalah sejumlah tertentu stasiun dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun dasar dihitung untuk setiap periode yang sama. Rata-rata aritmatik dari semua stasiun dasar dihitung untuk periode yang sama. Rata-rata hujan tersebut ditambahkan (diakumulasikan mulai dari periode awal pengamatan).           
Demikian pula dengan stasiun utama yang akan dicek kekonsistensiannya. Grafik yang menghubungkan curah hujan akumulatif stasiun dasar dan stasiun utama untuk setiap periode, diplot pada koordinat segi empat dalam kurva massa-ganda. Bila data stasiun yang dicek konsistensinya dengan stasiun dasar adalah konsisten, maka kurva massa gandanya hampir merupakan garis lurus.
Jika terdapat patahan atau belokan yang menyimpang dari garis pada titik tertentu maka mulai titik tersebut sampai dengan tahun pengamatan berikutnya dianggap tidak akurat. Menurut Linsey perubahan slope tidak akan terlihat jelas kecuali didukung paling sedikit oleh 5 tahun data atau dengan bukti nyata adanya perubahan eksposure.

r.  Data Bahan Bangunan
Mencari data bahan bangunan yang mudah diperoleh dan murah untuk kepentingan pemilihan jenis bangunan pada desain sarluran dan bangunan.

Setelah mengetahui faktor-faktor perencanaan sistem drainase agar memperjelas materi di dalam sistem drainase terbagi menjadi 3 yaitu :
  1. Sistem Terpisah (Separate System)
Sistem air buangan dimana air hujan dan air limbah dilayani secara terpisah. (Prof. Ir. Joetata H, Drainase Perkotaan, 1997 ).
Pemilihan sistem ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:
1.  Periode musim hujan dan musim kemarau yang terlalu lama.
2.  Kuantitas yang jauh berbeda antara buangan dan air hujan.
3.  Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air hujan tidak perlu dan harus secepatnya dibuang ke saluran pembuangan.
Keuntungan pemakaian sistem ini :
1.  Proses pembuatan dan operasinya mudah karena mempunyai dimensi saluran yang kecil.
2.  Mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat.
3.  Pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas.
4.  Dapat merencanakan pembilasan sendiri, baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan.
Kerugian sistem ini :
Membuat dua sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang luas dan biaya yang cukup besar.
b.    Sistem Tercampur (Combined System)
Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran pembuangan yang sama. Saluran ini harus tertutup. (Prof. Ir. Joetata H, Drainase Perkotaan, 1997).
Pemilihan sistem ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:
1.  Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.
2.  Kuantitas air buangan dan air hujan tidak jauh berbeda.
3.  Frekuensi curah hujan dari tahun ke tahun relative kecil.
Keuntungan pemakaian sistem ini :
1.  Hanya diperlukan satu sistem penyaluran air sehingga dalam pemilihannya
lebih ekonomis.
2.  Terjadi pengenceran air buangan oleh air huajan sehingga konsentrasi air buangan menurun.
Kerugian sistem ini :
Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi tambahan untuk  penanggulangan pada saat-saat tertentu.
c.   Sistem Kombinasi
Sistem kombinasi merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan air hujan tercampur dalam satu air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai opengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan interceptor. (Prof. Ir. Joetata H, Drainase Perkotaan, 1997).
Pertimbangan pemakaian sistem ini :
1.  Perbedaan yang cukup besar antara kuantitas air buangan kan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas urah hujan pada daerah pelayanan.
2.  Umumnya dalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut.
3.  Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air  hujan yang tidak tetap.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka secara teknis dan ekonomis sistem yang memungkinkan diterapkan adalah sistem terpisah antara air buangan rumah tangga dengan air buangan yang berasal dari air hujan.



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perkotaan merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat konsumen. Di daerah perkotaan tinggal banyak manusia, banyak fasilitas umum, transportasi, komunikasi dan sebagainya. Urbanisasi yang terjadi di hampir seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini menambah beban daerah perkotaan menjadi lebih berat, kebutuhan akan lahan baik untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian meningkat. Perubahan fungsi lahan ini menimbulkan dampak yang cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sistem drainase perkotaan, karena siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan.

Drainase perkotaan bertujuan untuk mengalirkan air lebih dari suatu kawasan yang berasal dari air hujan maupun air buangan, agar tidak terjadi genangan yang berlebihan pada suatu kawasan tertentu. Karena suatu kota terbagi bagi menjadi beberapa kawasan, maka drainase di masing-masing kawasan merupakan komponen yang saling terkait dalam suatu jaringan drainase perkotaan dan membentuk satu sistem drainase perkotaan.

Dengan adanya suatu sistem drainase di perkotaan maka akan diperoleh
banyak manfaat pada kawasan perkotaan yang bersangkutan, yaitu akan semakin
meningkatnya kesehatan, kenyamanan dan keasrian daerah pemukiman khususnya
dan daerah perkotaan pada umumnya, dan dengan tidak adanya genangan air,
banjir dan pembuangan limbah yang tidak teratur, maka kualitas hidup penduduk
di wilayah bersangkutan akan menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan dan ketentraman seluruh masyarakat.


3.2. Saran
Setelah bersama telah kita ketahui data-data apa saja yang perlu dihimpun dalam perencanaan drainase perkotaan. Maka oleh karena itu, patutlah kita terus memperhatikan dengan baik akan drainase  yang ada khususnya di Kota Bengkulu.
Karena dengan perlakuan yang baik dan sesuai terhadap drainase yang  ada, akan memberikan pengaruh yang luas terlebih Kota Bengkulu akan terhindar dari banjir.

DAFTAR PUSTAKA


Semoga Bermanfaat !!!
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar, kritik atau saran :-)